ALTERNATIF DAMAI LEWAT DEAL POLITIK DAN PRODUK HUKUM


Mencari alternatif damai lewat deal politik dan produk hukum. Ini judul pembicaraan masyarakat pinggiran yang sedang gelisah di bawah patung garuda tanpa teks di lintasan Jalan Udayana. Apakah yang dimaksud damai? Apakah deal politik? Apakah produk hukum itu? Sebagai orang yang dianggap tahu tentang semua arah pembicaraan ini, teman-teman meminta saya untuk menjelaskan.

Maka dengan bangga saya menjadi pembicara. Sebelumnya tentu saya tidak mau begitu saja bicara sebelum mereka menyediakan segelas kopi dan sebungkus rokok. Bukan sebagai upah tetapi sebagai pemicu semangat bahwa saraf saya kalau tidak diracuni oleh rokok dan kopi, ia tidak bisa menangkap sinyal ataupun tidak cepat merespon segala sesuatunya. Setelah seteguk kopi melewati kerongkongan dan segumpal asap rokok membentuk awan columbus di tengah paru-paru, barulah respon dari syaraf ini mengeluarkan sinyal.

Damai artinya datar, rata, tidak bergelombang, tidak berlawanan arah. Searah, sejajar seirama, tenang, lembut, anggun, mempesona, indah dipandang mata, lembut disentuh, enak dikunyah, dan seterusnya, yang mana konotasinya sepadan dengan itu. Selanjutnya adalah deal poilitik. Deal mempunyai persamaan arti sepakat, setuju. Deal politik; kesepakatan politik, persetujuan politik. Sedangkan produk hukum sama pengertiannya dengan produk makanan.

Produk hukum adalah undang–undang atau peraturan–peraturan yang ditawarkan untuk bisa dilaksanakan, dipatuhi yang dibarengi dengan hukuman–hukuman apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan apa yang tertulis di sana. Sama dengan produk makanan. Makanan yang ditawarkan, bila tidak dimakan bisa menyebabkan lapar, bila dimakan melewati batas waktu ketentuan bisa menyebabkan berbagai macam penyakit. Kadas, kurap, kutu air atau lebih keren lagi bisa menyebabkan kangker, lever atau kangker otak; penyakit yang lagi ngetrend melanda artis ibukota.

Kembali kepada konteks pembicaraan di atas; mencari alternatif damai lewat deal politik dan produk hukum. Jadi dari penggalan–penggalan pengertian di atas dapat kita ambil kesimpulan sementara (bukan kesimpulan final), sebab tentunya ada yang tidak setuju nantinya atas kesimpulan yang saya utarakan. Produk hukum yang selama ini sudah diterapkan belum pernah sama sekali menimbulkan gejolak ketidakpuasan masyarakat penerimanya. Karena apa? Hukum/undang-undang telah mendapatkan sosialisasi dimasyarakatnya. Dan masyarakat, meraasa terlindungi oleh adanya peraturan/undang–undang tersebut. Itu berarti, produk hukum telah dibuat oleh ahli/pakarnya dengan melihat kemudian memadukan dengan kondisi sosial masyarakat penerima produk hukum itu sendiri. Jadi, itulah yang dimaksud produk hukum yang membuat damai.

Sedangkan produk hukum berdasarkan kepentingan–kepentingan tertentu/kepentingan politik belumlah bisa menjamin sebuah produk hukum yang ditawarkan kepada masyarakat. Memberikan suatu perlindungan hukum yang sesuai dengan kepentingan masyarakat luas. Produk hukum terbaru yang akan ditawarkan kepada masyarakat (rancangan undang–undang pornografi), misalnya, adalah produk hukum yang tidak dibuat oleh ahli hukum sehingga tawaran produk itu menimbulkan gejolak di masyarakat. Itu produk hukum yang tidak damai. Produk hukum yang dipaksakan oleh kepentingan–kepentingan sekelompok orang yang kemudian mengatasnamakan kepentingan bangsa.

Sebentar dulu. Saya mau minum kopi sambil menyalakan rokok pengganti. Yang tadi belum sempat saya hisap. Habis! (bersambung)

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Jika produk hukum tak mampu lagi mengatur perilaku masyarakat, apa yang dibutuhkan negara ini?

wendra wijaya mengatakan...

Lho, koq bersambung? Ayo lanjutin lagi donkz!!!!!!

Wuiiihhh, harus dirangsang rokok n kopi dulu ya, wkakakakk...

Btw, saya baru tau kalo makanan kadaluwarsa itu juga bisa menyebabkan kadas, kurap, kutu air, heheeee...

Ya..ya..ya...

Lanjut Komandan!

Unknown mengatakan...

beh...denger judulnya aja dah merinding...
TOP...

putra khan mengatakan...

Untuk anonim ; hukum negara beda dengan hukum adat dan hukum agama. Jadi hukum negara itu tidak boleh memaksakan salah satu hukum agama ataupun hukum adat menjadi payung hukum. Republik ini terdiri dari berbagai adat,budaya dan agama. Produk hukum tetap dibutuhkan tapi esensinya yang universal.
Untuk boy ; tampang orang punyah, kebanyakan baca kho ping ho lalu duduk ditrotoar tidak melihat pendekar sejati. mumetlah otak ini.